Rencana adanya tindakan PT.PLN yang akan memutus aliran listrik kepada ratusan masayarakat Kutoarjo-Kabupaten Purworejo, ternyata mendapat perhatian serius dari Organisasi Bantuan Hukum ADIL. INDONESIA Hal itu sebagaimana pernyataan Ketua Yayasan Adil Indonesia, Yunus
Dikatakanya bahwa PT. PLN adalah sebagai satu-satunya pihak yang berwenang dalam hal
pendistribusian aliran listrik di Indonesia. Sedangkan masyarakat yang hendak berlangganan
harus melakukan permohonan yang
disampaikan kepada PT. PLN dengan melampirkan beberapa syarat dan pernyataan serta kesanggupan untuk mematuhi semua ketentuan dan
peraturan yang sudah ditetapkan oleh PT. PLN. yang semuanya dituangkan dalam surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik
(SPJBTL), sedangkan SPJBTL
tersebut telah dibuat secara sepihak oleh PT. PLN. dengan kesepakatan bersama antara PT. PLN dengan konsumen
sebagai perjanjian jual beli, atau dalam penerapanya sama dengan istilah jual beli pada umumnya.
Yunus menambahkan, bahwa
istilah Jual beli sebagaimana bunyi Pasal
1457 KUH Perdata merupakan suatu bentuk persetujuan dengan mana pihak yang satu
mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain
untuk membayar harga yang telah diperjanjikan. Sehingga bila melihat dari rumusan Pasal 1457 KUH
Perdata tersebut dapat disimpulkan bahwa jual beli merupakan suatu bentuk
perjanjian yang melahirkan kewajiban atau perikatan untuk memberikan sesuatu,
yang dalam hal ini terwujud dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh
penjual, dan penyerahan uang oleh pembeli kepada penjual dan bilamana perikatan tersebut di
implementasikan terhadap pelaksanaan jual beli aliran listrik antara PT. PLN dengan
konsumen, maka apabila konsumen lalai melakukan pembayaran , serta merta pihak
PT. PLN akan memberikan sanksi berupa biaya denda yang disertai pemutusan
aliran listrik, sedangkan pada pihak PT. PLN sendiri sering mengabaikan tanggung
jawab pemenuhan kewajibannya, sehingga terkesan tidak menanggung beban apapun. Sehingga apabila
pihak PT. PLN mengalami gangguan teknis maupun non teknis yang berakibat terhambatnya
pelaksanaan kewajibannya sering bertindak seenaknya sendiri dan seolah tidak
mempunyai beban tanggung jawab. Banyak contoh-contoh yang sering dialami konsumen
selama ini, Bahkan ketika listrik padam, masyarakat sering menelpon pelayanan konsumen, namun justru tidak
ada yang menjawab, kalupun ada seolah-olah juga merasa tidak berkepentingan, bahkan ucapan maaf pun
tidak pernah terlontar kepada konsumen yang mencoba komplain, malahan ada yang menjawab dengan
bernada ketus, ya walaupun dalam hal ini
PT. PLN sedang berusaha memperbaiki atas akibat padamnya listrik, akan tetapi hal-hal yang demikian tidak dapat dibenarkan, karena seolah menunjukan
kekuasaanya sebagai hak pemegang
monopoli sebagai penyalur atau penjual aliran listrik satu-satunya di
Indonesia, oleh karenanya mau tidak mau konsumen tetap membutuhkan aliran listrik
yang hanya bisa didapat dari PT. PLN, sehingga mau tidak mau pula konsumen
harus tetap menerima, menunggu, bahkan bersabar dengan perlakuan-perlakuan tersebut.
Sebagaimana yang disampaikan, Ketua Yayasan Adil Indonesia (AIA) Yunus "Menurut hukum perlindungan konsumen, surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (SPJBTL) adalah salah
satu bentuk Klausula Baku yang dilarang,
karena ketentuan dan syarat-syaratnya
mengikat dan sudah ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh PT.PLN yang
wajib dipenuhi oleh konsumen, atau sebagai
bentuk klausul eksonerasi (exception clause) yaitu : klausula yang mengandung kondisi
membatasi atau bahkan menghapus sama sekali tanggung jawab yang seharusnya
dibebankan kepada PT.PLN.
Oleh karena itu adanya tindakan PT. PLN yang memutuskan
sambungan aliran listrik dengan alasan menunggak, yang hanya mendasar pada
konstruksi hukum SPJBTL maka hal itu tidak mempunyai kekuatan
hukum dan pemutusan tersebut tergolong illegal
atau sebagai bentuk perbuatan melawan hukum.. tambahnya.
Yunus juga menyatakan, bila
meninjau hukum perjanjian atau kontrak , maka jika ada pelanggaran
terhadap suatu isi perjanjian , maka
akibat hukum yang timbul adalah wanprestasi. Sehingga dengan adanya perbuatan wanprestasi, maka upaya eksekutorial pemutusan
baru bisa dilakukan bilamana telah mendapat putusan pengadilan yang memutukan terbukti atau tidaknya ada
pelanggaran hukum.
Seperti isi Pasal 18 UU No 8/1999 tentang Perlindungan konsumen telah jelas menyatakan bahwa perjanjian
yang seperti itu harus batal demi hukum.
"Dengan demikian, bagi masyarakat tidak perlu khawatir. Selama ini PLN
melakukan monopoli dan mengartikan tindakanya benar atas surat
perjanjian
kontrak penyambungan aliran listrik itu. Maka Setiap tindakan pemutusan
aliran
listrik tanpa didahului proses hukum jelas termasuk perbuatan yang
tergolong
illegal. Pembongkaran meteran listrik tidak dapat dibenarkan," dan Kami
Lembaga Perlindungan Konsumen ADIL siap mendampingi bilamana masyarakat
membutuhkan. (bul)
hn.jpg)


Saya adalah salah satu pelanggan pln,hari ini baru saja ada sidak dari pln dan ditemukan kabel saluran listrik di dekat meter listrik rusak,pln langsung melakukan pemutusan listrik dan akan disambung kembali bila saya membayar denda,dengan alasan saya melanggar kontrak no 11 dan di indikasi saya melakukan pencurian listrik,apakah yang di lakukan pln tersebut legal menurut hukum dan saya harus bagaimana ?
BalasHapusHari ini saya saya dirugikan oleh pln dengan cara ada nya mutasi listrik secara sepihak tanpa ada penjelasan dan kesepakatan antara 2 belah pihak
BalasHapusSaya mohob bantuannya kepada lembaga yayasan adil indonesia
BalasHapusSaya menunggak listrik 2 bln saat tgl 20an di bulan berjalan saya mau bayar tidak bisa dikarenakan diblokir oleh sistem pln...setelah diurus ternyata saya harus mutasi kemeteran token tanpa ada pemberitahuan kepada saya...bagaimana saya harus menanggapinya