Penuntutan yang tertangguhkan (geschorst) adalah suatu proses perkara Pra-Yudisial atau yang disebut "Pre Judicieele Geschil"yaitu perselisihan menurut hukum perdata yang terlebih dulu harus diselesaikan sebelum acara pidana dapat diteruskan. Sehubungan dengan hal tersebut dan menyangkut banyaknya perkara pidana yang dilaporkan masyarakat yang pada akhirnya tertunda karena adanya alasan Pra-Yudisial atau masih adanya suatu perselisihan yang diproses melalui hukum keperdataan hingga menunggu sampai adanya keputusan, maka hal itu menyebabkan kurangnya rasa keadilan pada masyarakat yang mengharapkan kepastian terhadap Penegakan Hukum melalui Acara pidana.
Bahwa pada umumnya alasan Penyidik Polri menolak atau menangguhkan proses penerimaan laporan masyarakat ini seolah menjadi baku dari jaman ke jaman (culture set) yang mendasar PERMA No 1 Tahun 1956 , yaitu
Bahwa PERMA No 1 Tahun 1956 dimaksud telah sudah diperjelas dengan adanya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 1980 Tentang Pasal 16 UU No. 14 Tahun 1970 dan "Prejudicieel Geschil"dimana telah meminta perhatian
Bahwa dalam hal terjadi persangkaan perbuatan pidana dalam hal sedang ada proses perkara perdata maka hal tersebut tidak mengurangi kewenangan Penyidik Polri untuk menerima laporan pidananya dan melanjutkan proses tersebut hingga Penyelidikan,Penyidikan hingga dilimpahkan kepada Penuntut Umum. Hal ini menyangkut Pemisahan Kewenangan mengatur berdasarkan ketentuan Undang-Undang.
“Apabila pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu hal perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, maka pemeriksaan perkara pidana dapat dipertangguhkan untuk menunggu suatu putusan Pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu.”
Bahwa PERMA No 1 Tahun 1956 dimaksud telah sudah diperjelas dengan adanya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 1980 Tentang Pasal 16 UU No. 14 Tahun 1970 dan "Prejudicieel Geschil"dimana telah meminta perhatian
"Bahwa andaikan Hakim hendak mempergunakan lembaga hukum ini, Hakim Pidana ini tidak terikat pada putusan Hakim Perdata yang bersangkutan seperti dinyatakan dalam Peraturan Mahkamah Agung No.1 tahun 1956.Selain dari pada Sema No 8 tahun 1980, juga dinyatakan dalam Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung No. 413 K/Kr/1980, tanggal 26 Agustus 1980:
"Pertimbangan Hakim dalam Putusan Mahkamah Agung No. 413 K/Kr/1980, tanggal 26 Agustus 1980: Apabila yang dimaksud oleh penuntut kasasi/terdakwa adalah "question perjudicielle au jugement" seperti dinyatakan dalam Pasal 81 KUHP maka hal tersebut sekedar memberi kewenangan dalam perkara pidana ini kewenangan tersebut tidak dipergunakan oleh Hakim dan bukan memberikan kewajiban hukum kepada Hakim untuk menunggu putusan dari Hakim Perdata mengenai persengketaannya, menangguhkan penuntutan yang sedang diperiksa sambil menunggu putusan perdata; Bahwa selanjutnya Hakim berdasarkan atas Peraturan Mahkamah Agung No.1 tahun 1956, tidak terikat oleh suatu putusan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya suatu hak perdata dan dengan demikian Hakim Pidana diberikan kebebasan untuk mengikuti atau tidak putusan dalam perkara perdata yang mempunyai sangkut paut dengan perkara pidana"
Bahwa dalam hal terjadi persangkaan perbuatan pidana dalam hal sedang ada proses perkara perdata maka hal tersebut tidak mengurangi kewenangan Penyidik Polri untuk menerima laporan pidananya dan melanjutkan proses tersebut hingga Penyelidikan,Penyidikan hingga dilimpahkan kepada Penuntut Umum. Hal ini menyangkut Pemisahan Kewenangan mengatur berdasarkan ketentuan Undang-Undang.
Pemisahan Kewenangan
Bahwa sebagaimana disebutkan dalam Pasal 12 Ayat (3) UU No 1 Tahun 1950, Tentang susunan , Kekuasaan dan Jalan Pengadilan Mahkamah Agung Indonesia, adalah "Mahkamah Agung berhak memberi peringatan-peringatan, teguran dan petunjuk-petunjuk yang dipandang perlu dan berguna bagi Pengadilan dan para Hakim tersebut, baik dengan surat tersendiri, maupun dengan Surat Edaran"
Artinya dengan adanya PERMA atau SEMA hanya mengatur internal Pengadilan dan Hakim, dan bukan atau tidak sampai ke Penyidik Polri
Sedangkan pelaksanaan Tugas dan Wewenang Polri diatur dalam Undang-Undang No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian, yaitu sebagaimana bunyi pasal 13 , yaitu Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:
- memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat
- menegakkan hukum; dan
- memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Kemudian disebutkan dalam Pasal 15 (1) Bahwa dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang: "menerima laporan dan/atau pengaduan" Oleh karena hal tersebut maka tidak ada alasan apabila Penyidik Kepolisian menolak atau menangguhkan Laporan Perkara Pidana dengan alasan menunggu putusan dari Hakim Perdata mengenai
persengketaannya,
Oleh karena hal-hal tersebut , maka diharapkan Kepolisian sebagai Penegak Hukum dapat menimbang-nimbang sejauh mana persoalan maupun perbuatan pidana dimaksud dapat di proses menurut ketentuan Hukum Acara Pidana , sedangkan nantinya apabila dalam proses Pemeriksaan di Pengadilan Hakim menentukan lain, maka itu merupakan kewenangannya.
hn.jpg)


Mohon bantuan hukum saya herliansyah di vonis bersalah 6 bulan pn.tanjung redeb berau akan tetapi masih banding dipt samarinda kasus saya dikatakan melanggar pasal 162 yg telah memenuhi unsur 136 di uu minerba th.2009, padahal sebelum kami masyrkat telah mengadukan pt.berau coal ke polres berau dan keluar sp2hp mengatakan sama sama memiliki alas hak yang sah untuk pembuktian harus ada hukum perdata akan tetapi perusahaan tetap mengadukan kami melanggar pasal 162 agar jika saya di vonis secara otomatis 136 di anggap sah dan terbukti saya dipaksakan bersalah yg saya mau bertanya,1.saya berbuat atas peruntah pemimpin organisasi dan pemipilik lahan ada bukti dokumen,sp2hp polres berau yg mengatakan sama sama sah akan tetapi polres berau juga mengatakan pembebasan pt.berau coal sah sebelum ada hukum perdata,tuntutan jaksa berau yg menuntut 8 bulan padahal dikasus yg sama di berau tuntutan hanya 5/6 bulan,vonis hakim pn berau yang mengenyampingkan perma no.1 th.1956 karna nomor perkara perdata sudah didaftarkan dan dilampirkan di duplik dan replik akan tetapi tetap memvonis 6 bulan padahal dikasus yg sama dia memvonis 2/3 bulan,,sekarng saya sudah menjalani 2 bulan penjara mohon bantuan pembaca atau ahli hukum dinegri ini,,saya tidak benci akan penegak hukum seperti,kepolisian,kejaksaan,para hakim tapi saya benci dengan oknum yang bermain setali uang dengan mengatasnamakan hukum.mohon bantuan
BalasHapusSelamat siang. Saya ingin bertanya saya mengalami penipuan uang dan si penipu sudah menjalani hukuman. Apakah si penipu tetap mengembalikan uangnya ??
BalasHapus