Diketahui dengan adanya Lembaga Pemberantas Mafia Hukum yang baru-baru ini ada di Indonesia, Dirasa belum sepenuhnya tuntas memberantas para Mafia Hukum, Waktu yang hanya 2 Tahun jauh dari target yang telah di dikakukan SATGAS Pemberantas Mafia Hukum yang tempo lalu di bentuk oleh Presiden.
Meski di Indonesia telah banyak terbentuk berbagai lembaga khusus yang mengontrol kinerja lembaga penegak hukum, seperti Komisi Yusidisal (KY), Komisi Kepolisian (Kompolnas), Komisi Kejaksaa, Kehakiman, Inspektorat dll,. tapi tetap saja, Skandal praktek mafia hukum (Judicial Corruption) dalam dunia hukum di Indonesia sudah seperti lingkaran Setan yang mengerak di peradaban dimana Penegakan Hukum harus di tegakan.Sebagaimana pernah disampaikan oleh Yunus A.Chalik Ketua LP3M ADIL, dalam sambutanya di acara Temu Forum LSM Indonesia, Bahwa ada beberapa hal yang menyebabkan Mafia Hukum masih meraja lela di Indonesia walaupun padahal sudah banyak lembaga atau Komisi yang katanya sudah menjalankan fungsi pengawasannya, namun lembaga-lembaga itu selalu dibuat dan berkedudukan di Pusat atau di Jakarta saja. Mestinya Pemerintah tidak berpandangan demikian, di daerah juga mesti mulai dirintis dan dibentuk komisi-komisi pengawas, karena kingkup persolan Penegakan Hukum dalam Keadilan ada di seluruh wilayah Negara Indonesia.
Skandal Praktek para Mafia Hukum ini karena adanya Mono Cultural, dari masing-masing lembaga Penegak Hukum bahkan terjadi secara turun temurun dan dilakukan dengan sistematik dan sangat terorganisir. Para pelaku itu cenderung tidak bekerja sendiri, bisa berkelompok yang tentu saja bermain dengan metode Simbios Mutualis, yang memberikan keuntungan satu dengan yang lainya di setiap tingkatanya. Namun anehnya praktek yang demikian itu sangat sulit dibuktikan.
Law inforcement atau penegakan hukum yang sudah ada di negara ini menjadi salah kaprah, banyak terjadi ketimpangan, yaitu yang benar bisa menjadi salah dan yang salah bisa menjadi benar, hal ini bukan lagi menjadi rahasia, apalagi para penegak hukum ini berhadapan dengan masyarakat awam maka kecenderungan untuk menuai keuntungan di dalam suatu perkara sangat mudah dilakukan. Sedangkan pandangan moral maupun hati nurani secara substansial telah lenyap dari koridor kehidupan dengan keadilan yang hakiki.
Keadaan yang sudah terlanjur demikian , maka sangat diperlukan peran serta partisipasi aktif lembaga sosial maupun dari masyarakat untuk tidak merasa segan atau takut bila melihat kenungkianan akan terjadinya praktek mafia hukum, yaitu tentu saja dengan melaporkan para pelaku atau oknum yang coba-coba melakukan penyelewengan hukum itu . Ketakutan masyarakat yang selama ini dirasakan akan justru memberikan peluang bagi para Mafia ini dengan bebas menari-nari dan bertindak sewenang-wenang.
Bahwa skandal praktek mafia hukum ini terjadi di hampir semua lini istitusi penegak hukum, tak dipungkiri kejadian demi kejadian masih saja tampak jelas dan itu akan terus berlangsung karena tidak adanya ketegasan dari para pengawas dimasing-masing institusi itu sendiri, faktanya pengawasan yang tidak berfungsi dan seolah ada pembiaran atau penindakan yang tidak tegas oleh pimpinan menjadi salah satu faktor untuk berkembang menjadi tumbuh subur.
Biasanya modus praktek mafia hukum sering terjadi di tingkatan penyidik kepolisian, yaitu umumnya dengan istilah " deal and deal " dengan cara menghentikan perkara ketika ada kesepakatan biaya untuk sebuah masalah dengan tersangka, atau adanya permintaan dari pelapor untuk harga sebuah rekayasa. Biasanya Proses penyidikan akan dihentikan atau memanipulasi Berita Acara Penyidikan (BAP), untuk tidak memberatkan tersangka, hingga tidak segera membuat Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).
Disamping itu yang sering terjadi adalah pengkondisian pada biaya surat perintah penangkapan agar segalanya berlangsung cepat dan sesuai permintaan pelapor dll.
Begitu juga pada tingkat pemeriksaan di kejaksaan, praktek yang dengan memperjual belikan perkara sangat biasa terjadi. Namun sakandal tersebut juga sangat sulit dibuktikan , padahal sudah biasa dan menjadi berita di khalayak umum tentang biaya-biaya untuk sebuah tuntutan maupun dakwaan. Sedangkan ketentuan hukum yang berlaku akan menjerat siapa saja yang melakukan suap maupun yang menerima suap, sehingga hal itu menjadi rahasia mereka dengan saling melindungi dan menutupi. Bahkan anehnya masih saja ada para Hakim yang semestinya memegang amanah sebagai wakil suara Tuhan justru terjerumus dengan praktek mafia hukum yang acapkali membenarkan tuntutan jaksa, sedangkan diketahui ketentuan maupun aturan hukum mestinya tidak dapat menerima karena cacatnya suatu perkara di persidangan.
Fenomena yang demikian itu sungguh sangat di sayangkan dan terjadi di negeri ini yang menganut asas Pancasila dengan mengedepankan moral dan nurani. Oleh karena itu menurut Ketua LP3M ADIL , Pemerintah mesti membuat badan khusus yang bukan ad-hock, untuk secara nyata menjalankan pengawasan maupun penindakan tegas pada para mafia hukum itu agar penegakan keadilan di Indonesia dapat berjalan sebagaimana mestinya (Shokhibul Hoyali).
.
hn.jpg)


Tidak ada komentar:
Posting Komentar