Menurut Dimyati, kekuasaan yang sangat besar itu harus dibatasi dengan ketat sehingga mencegah terjadinya abuse of power. Seperti sentimen pribadi, merekayasa kasus hingga melakukan penyidikan atas pesanan pihak tertentu. "Lembaga negara yang memiliki kewenangan yang sangat besar saat ini adalah jaksa. Dia bukan manusia biasa karena punya kewenengan-kewenangan yang diberikan UU," ujar legislator penyandang gelar doktor ini.
Untuk mencegah hal tersebut, maka diperlukan sanksi dari saksi adminsitrasi, sanksi kode etik hingga sanksi pidana. Pertimbangan ancaman pidana ini diusulkan setelah mendengar masukan kajian ilmiah dari berbagai akademisi. "Tidak ada pesanan dari pihak-pihak tertentu. Saya bisa mempertanggungjawabkan ini," ujar mantan Bupati Pandeglang, Banten ini. Dalam draf RUU yang didapat detikcom, Sabtu (22/9/2012),
ada 4 hal yang dapat mengantarkan jaksa ke bilik jeruji besi sedikitnya 1 tahun dan paling lama 15 tahun, yaitu:
1. Merekayasa fakta-fakta hukum dalam penanganan perkara;
2. Menggunakan kapasitas dan otoritasnya untuk melakukan penekanan secara fisik dan/atau psikis;
3. Jaksa yang meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan serta menyuruh keluarganya untuk meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan sehubungan dengan jabatannya;
4. Jaksa yang melakukan penyidikan, penangkapan, penahanan, penuntutan, pengajuan kasasi atas putusan bebas dan/atau melakukan peninjauan kembali tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkannya
Atas 4 hal di atas, jaksa juga diancam denda sedikitnya Rp 50 juta dan maksimal Rp 750 juta. Selain 4 pemidanaan di atas, ada lagi ancaman penjara maksimal 5 tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp 250 juta jika menggunakan jabatan dan/atau kekuasaannya untuk kepentingan pribadi dan/atau pihak lain. Sumber :detik.com (asp/mok)
hn.jpg)



Tidak ada komentar:
Posting Komentar